22 Contoh Teks Hikayat dengan Berbagai Tema Lengkap Ciri-Strukturnya

cerita hikayat singkat
cerita hikayat singkat
Makassar

Teks Hikayat kerap dijumpai dalam buku cerita. Umumnya, teks tersebut berisi cerita-cerita tentang kepahlawanan, sejarah, mitos, atau legenda.

Mengutip jurnal Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Memahami Hikayat Bermuatan Nilai-nilai Moral untuk Peserta Didik SMA/MA”, hikayat merupakan karya sastra prosa lama yang berisi cerita, kisah, atau dongeng. Di dalam cerita-cerita tersebut juga biasanya terkandung nilai-nilai moral yang dapat diteladani, seperti saling menghargai, santun, disiplin, dan lain sebagainya.

Ada berbagai tema yang disajikan dalam teks hikayat, seperti cerita rakyat, cerita Jawa, cerita Islam, Epos India, hingga cerita berbingkai. Nah, untuk lebih memahaminya, berikut detikSulsel sajikan kumpulan contoh teks hikayat.

Disimak, ya!

22 Contoh Teks Hikayat

Berikut 22 contoh teks hikayat dengan berbagai tema.

1. Putri Kemuning

Pada suatu hari hidup seorang raja yang terkenal dengan sifatnya yang bijaksana dan adil. Raja itu memiliki 10 orang putri yang sangat cantik. Anak-anaknya memiliki nama yang berdasarkan dari nama warna, dari nama putri sulung yang pertama yaitu Putri Jambon, selanjutnya Putri Nila, Jingga, Ungu, hijau, biru, kelabu, merah merona, oranye dan putrinya yang terakhir yaitu bernama Putri kuning.

Tetapi kebahagiaan itu pun kurang lengkap dikarenakan istrinya meninggal pada saat melahirkan Putri kuning. Dan dikarenakan sibuk mengurusi kerajaannya, Raja itu pun semakin jarang bertemu dengan putri-putrinya. Kesepuluh putrinya tersebut dirawat oleh seorang Inang pengasuh dan kemudian mereka tumbuh besar menjadi anak yang sangat manja dan selalu bertengkar. Dan dari anak-anaknya itu hanya putri bungsu yang tak pernah terlibat di pertengkaran kakak-kakaknya dan ia lebih senang ketika bermain sendiri.

Pada suatu saat Raja ingin berpergian “Ayah akan pergi tak lama lagi, apa kalian ingin sesuatu?” tanya raja tersebut. Sembilan anaknya pun sibuk menyebutkan berbagai barang mahal. Contohnya seperti kain sutra dan juga perhiasan.

Tetapi berbeda dengan saudaranya yang lain Putri kuning pun menjawab “Aku tak mau apa apa. Aku cuma ingin ayah kembali dengan sehat dan juga selamat”. Raja itu pun tersenyum kepada anaknya mendengar putrinya tersebut.

Dan selama raja tersebut pergi kelakuan dari ke-9 putrinya semakin menjadi. Mereka hanya bersenang-senang dan kemudian menyuruh para pelayannya dengan seenaknya saja. Sedangkan Putri kuning merasa sangat sedih ketika melihat taman di lokasi kesayangan ayahnya menjadi kotor dikarenakan para pelayan sibuk untuk mengurusi kakak-kakaknya tersebut.

Ia kemudian membersihkan taman tersebut. Dan ketika melihat itu, kakak-kakaknya tidak membantu tetapi mengejeknya dengan mengatainya dengan sebutan seorang pelayan baru. Dan bahkan mereka pun tak segan untuk melempari Putri kuning sampah dan mengotori tempat itu. Sehingga membuat Putri kuning harus membersihkannya lagi.

Esok harinya, Raja pun pulang dan memberikan hadiah untuk anak-anaknya. Meskipun tak meminta satu barang pun, Putri kuning tetap mendapatkan sebuah hadiah, yakni sebuah kalung yang berwarna hijau dan sangat cantik. Melihat itu putri hijau pun merasa iri kepada putri kuning dan kemudian ia menghasut saudaranya tersebut dan mengatakan kalau Putri kuning mencuri kalung itu dari saku ayahnya.

Mereka pun berniat untuk memberikan suatu pelajaran terhadap Putri kuning karena sudah merampas kalung tersebut. Dan ketika merebutnya secara paksa mereka tak sengaja memukul bagian kepalanya dan kemudian menyebabkan Putri kuning meninggal dunia. Mereka semua pun panik dan kemudian menguburkan Putri kuning di taman. Dan tak ada satupun orang yang berani buka mulut tentang peristiwa tersebut.

Sudah berbulan-bulan raja tersebut mencari putri kuning, tetapi ia tak menemukannya. Dan pada suatu saat diatas pusara Putri kuning ditumbuhi suatu tanaman yang berwarna kuning dan memancarkan aroma harum. Raja tersebut merawat tanaman itu dan menamainya dengan nama Kemuning.

2. Abu Nawas dan Botol Ajaib

Baginda Raja selalu mencari cara untuk menjebak dan menghukum Abu Nawas yang cerdik. Suatu hari, Baginda Raja memanggil Abu Nawas ke istana. Kali ini, Baginda Raja mengeluhkan sakit perut karena masuk angin. “Ampun Tuanku, apa yang telah hamba lakukan sehingga dipanggil menghadap Tuan?” tanya Abu Nawas. “Aku ingin kau bisa menangkap angin dan mengurungnya,” kata Baginda Raja.

Abu Nawas pun hanya diam, tetapi dia tidak bodoh. Dia tidak memikirkan bagaimana caranya menangkap angin, tetapi memikirkan bagaimana cara membuktikan bahwa yang ia tangkap adalah angin sang Baginda. Alhasil, Baginda Raja memberi waktu kepada Abu Nawas selama tiga hari untuk melaksanakan perintahnya tersebut.

Setelah dua hari, Abu Nawas belum mendapat ide untuk menangkap angin. Dia pun sempat putus asa dan pasrah jika kali ini dia dihukum oleh Baginda Raja. Sampai kemudian dia menyadari sesuatu dan mendapat ide. Pada hari ketiga, Baginda Raja mendatangi Abu Nawas. “Sudahkah kau berhasil memenjarakan angin?” “Sudah Yang Mulia,” jawab Abu Nawas. Kemudian, Abu Nawas pun menyerahkan sebuah botol. Baginda Raja memegang botol tersebut dan heran. “Mana angin itu, Abu Nawas?” tanya Baginda Raja bingung dan kesal. “Di dalam, Tuan,” jawab Abu Nawas. “Aku tidak melihat apa-apa!” kata Baginda Raja. “Mohon ampun Baginda Raja, angin memang tidak terlihat. Namun, jika Baginda Raja ingin mengetahui angin, bukalah tutup botol itu terlebih dulu,” kata Abu Nawas.

Lalu, bau busuk yang menyengat hidung pun keluar dari botol tersebut. “Bau apa ini, Abu Nawas?” tanya Baginda Raja yang marah. “Ampun, Tuan! Tadi hamba buang angin dan memasukkannya ke dalam botol. Lalu, karena takut angin itu keluar, hamba mengurung angin itu dengan menyumbat botol,” kata Abu Nawas. Mendengar penjelasan itu, Baginda Raja tidak jadi marah. Untuk kesekian kalinya, nyawa Abu Nawas selamat.

3. Tiga Pengembara Lapar

Dikisahkan, tiga orang pengembara yaitu Buyung, Kendi, dan Awang, sedang dalam pengembaraan. Ketika tiba di sebuah hutan, perut mereka sangat kelaparan tetapi perbekalan mereka sudah habis.

Dalam keadaan lapar, Kendi dan Buyung pun sesumbar bahwa mereka bisa menghabiskan nasi sekawah dan 10 ekor ayam seorang diri dalam keadaan seperti ini. Namun, tidak seperti teman-temannya, Awang hanya mengharapkan sepiring nasi dan lauk yang cukup untuk mengisi perutnya.

Tidak disangka-sangka, mereka menemukan sebuah pohon ara ajaib yang mendengarkan permintaan mereka. Kemudian, pohon itu menggugurkan tiga daun yang setiap lembarnya berubah menjadi makanan yang mereka inginkan. Setelah mendapat makanan secukupnya, Awang pun berhenti makan, tetapi dua sahabatnya itu masih melanjutkan makan.

Kendi dan Buyung akhirnya berhenti karena merasa kekenyangan dan tidak sanggup menghabiskan makanan yang mereka minta. Akhirnya, nasi yang tidak termakan itu marah lalu menggigit tubuh Kendi. Kemudian, Buyung yang hanya dapat menghabiskan satu ekor ayam saja, membuang sisa sembilan ekor ayam ke semak-semak. Tanpa diduga, ayam-ayam itu kemudian menyerangnya. Awang hanya bisa terdiam melihat sahabat-sahabatnya tewas mengenaskan.

4. Abu Nawas dan Lalat

Suatu hari, Baginda Raja membongkar rumah dan tanah Abu Nawas begitu saja untuk menemukan emas dan permata. Namun, emas dan permata yang katanya berada di dalam tanah milik Abu Nawas hanyalah rumor.

Setelah tidak menemukan emas dan permata, Baginda Raja bukannya meminta maaf dan mengganti kerugian, tetapi malah pergi begitu saja. Abu Nawas pun marah dan ingin membalas dendam.

Saat sedang makan bersama istrinya, dia menemukan seekor lalat di meja makan dan dia pun tertawa karena menemukan ide untuk balas dendam. Kepada Baginda Raja, Abu Nawas mengaku hendak melaporkan perlakuan tamu tidak diundang. “Siapakah tamu tidak diundang itu?” tanya Baginda. “Lalat-lalat ini, tuanku,” kata Abu Nawas yang membawa lalat di atas piring yang tertutup tudung saji.

Abu Nawas pun meminta izin untuk mengusir lalat-lalat itu. Baginda Raja yang sedang berkumpul bersama para menteri pun langsung memerintahkan Abu Nawas mengusir lalat itu. Bermodalkan tongkat besi, Abu Nawas pun mengejar dan memukuli lalat itu hingga vas bunga, patung hias, dan perabotan istana hancur karenanya. Akhirnya Baginda Raja menyadari kekeliruannya. Abu Nawas yang puas memberikan pelajaran pada Baginda Raja pun meminta izin pulang.

5. Lelaki dan Rumah Sempit

Alkisah terdapat seorang lelaki yang datang ke rumah Abu Nawas. Pria tersebut ingin mengeluh kepadanya tentang masalah yang tengah dihadapinya. Ia pun merasakan sedih dikarenakan rumahnya sangat terasa sempit ketika ditinggali oleh banyak orang.

“Wahai Abu Nawas, Saya mempunyai seorang istri dan juga 8 orang anak tetapi rumah saya sangat sempit. Setiap harinya mereka mengeluh dan juga tidak nyaman tinggal di rumah itu. Kami pun ingin pindah dari rumah tersebut, tetapi kami tidak memiliki uang. Jadi tolonglah katakan kepadaku apa yang bisa aku lakukan,” tanyanya.

Mendengar pertanyaan lelaki yang sangat sedih tersebut, Abu Nawas pun berpikir sejenak. Dan tak berapa lama kemudian suatu ide lewat di kepalanya.

“Kamu memiliki domba di rumahmu?” Abu Nawas bertanya kepada lelaki tersebut. “Aku tidak menaiki domba maka dari itu aku tak mempunyainya.” jawab lelaki tersebut. Kemudian ketika mendengar jawabannya itu, Abu Nawas pun meminta lelaki itu untuk membeli seekor domba dan menyuruhnya agar menaruhnya di rumah.

Lelaki tersebut kemudian mengikuti usulan dari Abu Nawas dan ia pun pergi untuk membeli domba. Esok harinya, ia pun datang lagi ke rumah Abu Nawas. “Abu Nawas, bagaimana ni? Nyatanya rumahku sekarang semakin sempit dan juga berantakan”.

“Ya sudah kalau begitu kamu cobalah membeli 2 ekor domba lagi dan kamu dapat memeliharanya di rumahmu juga”. jawab Abu Nawas.

Dan kemudian pria itu itupun pergi kepasar dan juga ia membeli 2 ekor domba lagi. Tetapi hasilnya tak sesuai dengan harapannya karena rumahnya semakin terasa sempit.

Dengan sangat jengkel nya, Ia pun pergi menghadap Abu Nawas lagi untuk mengadukan masalah itu untuk yang ketiga kalinya. Ia pun menceritakan segala apa yang sudah terjadi, termasuk tentang istrinya yang menjadi marah-marah dikarenakan domba itu. Dan kemudian Abu Nawas menyarankan untuk menjualkan semua domba yang ia miliki.

Esok harinya, Abu Nawas dan lelaki tersebut bertemu lagi. Dan Abu Nawas menanyakannya “Bagaimana rumahmu sekarang? sudah merasa lega?”.

“Dan setelah aku menjual domba tersebut rumahku menjadi nyaman ketika di tinggali. istriku pun sudah tak lagi marah-marah” jawab lelaki tersebut seraya tersenyum. Dan pada akhirnya Abu Nawas bisa menyelesaikan masalah lelaki tersebut.

6. Malim Deman dan Bidadari

Alkisah, hidup seorang pemuda yang sudah yatim piatu yang bernama Malim Deman. Agar ia dapat bertahan hidup, Ia pun bekerja diladang kepunyaan pamannya yang lokasinya berada di pinggir hutan. Dan tak jauh dari tempat itu terdapat suatu rumah yang dihuni seorang janda tua yang bernama Mandeh Rubiah.

Wanita tersebut yaitu wanita yang baik dan juga akrab dengan malim. Ia sering memasakkan Malim makanan saat malim menjaga ladang Paman nya di malam hari. Bahkan malim juga sudah dianggap oleh wanita itu sebagai anaknya sendiri.

Dan di suatu malam Malim Deman pun merasa haus ketika ia sedang menjaga ladang Paman nya. Ia pun berniat untuk meminta air minum dan ia pun meminta ke rumah Mandeh. Sampai tepat di pekarangan, Ia pun mendengar suara sejumlah perempuan yang berada tak jauh dari kolam yang posisinya tepat di belakang pondok janda tersebut.

Malim dengan diam-diam menuju ke tempat tersebut dan ia terkejut ketika melihat 7 Bidadari tengah mandi di sana. Malim pun sangat terpesona ketika melihat kecantikan dari bidadari-bidadari tersebut.

Dan tidak jauh dari tempat Malin berdiri, ia melihat ada 7 selendang. Dan selendang tersebut milik bidadari-bidadari itu. Ia pun tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, dan kemudian ia mengambil salah satu dari selendang milik bidadari itu. Dan iapun menyembunyikan selendang tersebut di rumah ibu angkatnya. Dan ternyata selendang yang ia ambil merupakan Bidadari bungsu.

Bidadari bungsu itu terus menangis dikarenakan tak bisa kembali ke Kayangan. Melihat hal tersebut, Malim pun kemudian mendekati dan mengajaknya untuk tinggal di rumah Mandeh. Bidadari tersebut pun kemudian diangkat oleh Mandeh sebagai anaknya.

Pada saat itu malim pun semakin sering mengunjungi rumah Mandeh dan ia menjadi sangat dekat dengan Putri tersebut. Dikarenakan sering bertemu, mereka saling jatuh jatuh cinta dan kemudian mereka menikah. Kebahagiaan mereka pun semakin bertambah ketika mereka sudah dikaruniai seorang Putra yang sangat tampan dan bernama Sultan Duano.

Tetapi kebahagiaan mereka itu tak berlangsung lama dikarenakan Malim sangat gemar berjudi. Ia juga sering tak pulang selama berhari-hari. Nasihat dari istrinya itu pun tak didengarkannya. Karena melihat kelakuan suaminya itu, putri bungsu sudah tak tahan lagi dan cuma bisa menangis dan kemudian rindu dengan rumahnya yang ada di kayangan.

Pada suatu saat ketika ia mencari barang, putri bungsu tak sengaja menemukan selendang yang dicuri Malim. Putri bungsu pun dengan segera menyuruh seseorang untuk memanggil Malim dengan ancaman, jika ia masih ingin melihat anak dan istrinya berada di rumah, maka ia harus segera pulang. Dan kenyataannya Malim pun tak kunjung datang.

Pada akhirnya putri bungsu memutuskan kembali ke Kayangan dan serta membawa anak lelakinya tanpa memberitahu sang suami. Sedangkan di bumi malim kembali ke rumahnya dengan perasaan yang sangat menyesal karena telah tak melihat anak dan istrinya lagi di rumah.

7. Sri Rama Mencari Sita Dewa

Sita Dewi yang merupakan istri dari Sri Rama menghilang tidak tahu di mana dan kemana. Dan sebagai seorang suami, ia pun pasti merasa kebingungan. Kemudian Sri Rama memutuskan untuk berjalan dan berkelana untuk mencari istrinya dengan dibantu seorang pengawal. Dan kemudian keduanya pun mencari Sita sampai ke dalam hutan.

Di Dalam hutan, mereka bertemu seekor burung jantan yang sangat sombong dan memiliki 4 istri. Ia pun berbicara dapat menjaga keempat istrinya, dan sedangkan Sri Rama yang menjaga 1 orang istri saja tak mampu. Sri Rama merasa tersinggung ketika mendengar hal tersebut, kemudian ia berdoa ke Dewata agar burung itu tak dapat melihat istrinya. Tak lama kemudian, seekor burung itu menjadi buta.

Kemudian, Sri Rama dan juga pengawalnya berkelana lagi dan kemudian bertemu dengan hewan yaitu seekor bangau yang tengah minum tepat di tepi danau. Sri Rama pun kemudian bertanya ke bangau tersebut apakah ia melihat istrinya.

Dan bangau itu pun kemudian menjawab bahwasanya ia melihat bayang dari seorang wanita dibawa terbang oleh Maharaja Rahwana. Dan Sri Rama pun merasa senang akhirnya ia bisa mendapatkan suatu petunjuk sampai ia mengabulkan permintaan seekor bangau itu yaitu dapat memanjangkan lehernya agar mudah saat minum.

Di tengah perjalanannya, Rama pun merasa haus. Dan ia melepaskan suatu anak panah yang dapat memandu pengawalnya untuk menemukan mata air. pengawal itu membawakannya air yang setelah diminum ternyata tak enak dan airnya berbau busuk. Dan kemudian mereka menyusuri sepanjang aliran mata air tersebut dan bertemu seekor burung yang besar dan sedang sekarat, burung tersebut bernama Jentayu.

Rama kemudian bertanya kepadanya apa yang sudah terjadi. Jentayu menceritakan mengenai pertarungannya bersama Rahwana, selanjutnya ia memberikan sebuah cincin milik Sita Dewi yang dilempar kepadanya sebelum jatuh ke bumi. Dikarenakan keadaannya yang sangat lemah, jentayu memberikan pesan kepada Rama untuk dapat membakarkan mayatnya di tempat yang tak dihuni oleh manusia. Dan tak lama kemudian, burung itu pun mati.

Rama pun menyuruh pengawalnya untuk mencari suatu tempat yang tak dihuni oleh manusia. Tetapi sayangnya, ia tak menemukan tempatnya. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk membakar burung tersebut di tempat itu dan kemudian nyalalah api yang begitu besar. Karena kesaktiannya tersebut, Rama tak terluka sedikitpun. Setelah api tersebut padam, Rama dan juga pengawalnya kembali untuk melanjutkan mencari istrinya.

8. Abu Nawas dan Dua Orang Ibu

Alkisah, seorang hakim pengadilan kebingungan oleh dua orang ibu yang sedang merebutkan seorang bayi. Hal tersebut disebabkan karena keduanya memiliki bukti yang sangat kuat. Hakim tersebut tak mengetahui bagaimana caranya untuk menentukan serta memutuskan siapa ibu kandung bayi tersebut. Dan pada akhirnya ia pergi ke hadapan Raja Harun Al Rasyid untuk meminta suatu bantuan agar kasus itu tak berlarut lama untuk diselesaikan.

Raja tersebut kemudian turun tangan untuk menyelesaikan masalah itu. Tetapi beliau merasa putus asa oleh kedua orang ibu tersebut. Kedua Ibu tersebut tetap keras kepala dan juga menginginkan bayi tersebut.

Selanjutnya Raja pun memanggil Abu Nawas. Abu Nawas merupakan orang yang cerdik. Ia dipanggil Raja untuk datang ke istana. Dan setelah Abu Nawas mengetahui permasalahannya, ia pun mencari cara bagaimana nasib dari bayi tersebut agar tak terlunta-lunta dan dapat bersama dengan ibu kandungnya lagi.

Esok harinya Abu Nawas pun pergi ke pengadilan dan ia membawa seorang algojo. Abu Nawas itu pun menyuruh algojo tersebut untuk meletakkan bayi yang diperebutkan tersebut ke atas suatu meja. “Apa yang sedang kamu lakukan dengan bayi itu?.” Kedua Ibu tersebut bertanya secara bersamaan.

“Nah sebelum aku menjawab pertanyaanmu, aku akan bertanya kepada kalian sekali lagi. Siapakah di antara kalian yang ingin atau bersedia untuk menyerahkan bayi tersebut kepada ibu kandungnya yang asli?.” begitu kata Abu Nawas.

“Tetapi bayi tersebut adalah anakku.” kedua ibu itu pun menjawab dengan serempak.

“Baik jika begitu, dikarenakan kalian berdua sama-sama ingin bayi ini maka secara terpaksa aku akan membelah bayi ini menjadi dua” jawab Abu Nawas.

Mendengar hal tersebut, ibu yang pertama merasa sangat bahagia dan langsung menyetujui saran itu. Sedangkan ibu yang kedua merasa sangat sedih dan menangis histeris dan ia pun memohon kepada Abu Nawas agar tak melakukan hal itu. “Kumohon jangan belah bayi tersebut, serahkan aja bayi tersebut kepada wanita itu. Aku merelakannya asalkan Iya bisa tetap hidup.” tangis wanita itu.

Abu Nawas sangat puas mendengar kedua jawaban dari kedua Ibu tersebut. Dengan begitu, ia segera mengetahui siapa ibu kandung dari bayi tersebut. Kemudian ia menyerahkan bayi tersebut kepada perempuan kedua, yakni ibu kandungnya.

Dan kemudian, Abu meminta pengadilan untuk menghukum wanita yang pertama atas kejahatannya. Hal tersebut disebabkan karena tak ada seorang ibu yang tega untuk melihat anaknya dibunuh terlebih dibunuh di depannya. Masalah itu pun selesai dengan baik dan akhirnya bayi tersebut bisa bersatu kembali bersama ibu kandungnya.

9. Kerajaan Patani

Phaya Tu Kerub Mahajana ialah raja di kota Maligai. Ia digantikan oleh putranya yang bernama Phaya Tu Taqpa, yang kesenangannya berburu sebagaimana orang-orang besar pada masanya. Pada suatu ketika seekor pelanduk putih, yang tengah diburunya, menghilang di dekat tempat kediaman seorang tua yang bernama Eneik Tani. Diambil dari nama orang itulah, kerajaan yang didirikannya kelak di tempat itu diberi nama Petani.

Setelah Islam masuk, Raja Phaya Tu Naqpa berganti gelar Sultan Ismail Syah Zillullah Fil Alam. Sejak saat itu seluruh rakyat Petani menjadi Islam. Sepeninggal baginda, pemegang kerajaan digantikan oleh putranya yang sulung, Sultan Mudhaffar Syah. Ia mengadakan hubungan persahabatan dengan Beracau, Raja Siam, dan bahkan memperoleh istri.

Dari istrinya ia beroleh seorang putra, Sultan Patik Siam. Namun, ia berkhianat terhadap Beracau. Beracau diturunkan dari tahta dan dipaksa meninggalkan istana. Akibat tindakan yang menimbulkan salah paham, ia beserta para pengiringnya dapat dikalahkan kembali sehingga Beracau kembali menduduki tahta kerajaan. Adiknya yang menyertainya, Manzur Syah, meninggalkan Siam. Namun, Mudhaffar sendiri tinggal di Siam dan tidak diketahui akhir kesudahannya.

Sultan Manzur Syah pun menggantikannya menjadi raja di Patani. Pada masa pemerintahannya, Patani dua kali berturut-turut diserang oleh Palembang. Namun, akhirnya serangan itu dapat digagalkan. Hubungan dengan Siam diperbaiki dengan mengirimkan suatu keputusan di bawah pimpinan Seri Agar.

Sepeninggal Sultan Manzur Syah terjadi kericuhan di dalam negeri untuk memperebutkan mahkota. Tiga orang raja yang memerintah sesudahnya, yaitu Sultan Patik Siam, Raja Bambang, dan Sultan Bahdur, berturut-turut mati terbunuh dalam intrik itu. Kemudian datanglah masa pemerintahan raja-raja putri, putri Sultan Manzur Syah, yaitu Raja Ijau, Raja Biru, Raja Ungu, Raja Emas, Raja Bima (pria), dan Raja Kuning, Raja Kuning adalah anggota dinasti Phaya Tu Kerub Mahajana yang terakhir. Kemudian dinasti Kelantan menduduki takhta Kerajaan Patani.

10. Kerajaan Malim Dewa

Malim Dewa adalah seorang putra raja. Ia menggantikan ayahnya sewaktu ayahnya pergi menunaikan ibadah haji. Ia bertunangan dengan tiga orang putri, hasil pencarian seekor burung nuri. Mereka ialah Nilam Cahaya, Gondan Gentasari, dan Andam Dewi. Andan Dewi dipinang juga oleh seorang raja lain. Karena pinangan itu tidak dikabulkan, oleh raja itu, ia dibuat sakit dengan ilmunya, bahkan negara Andam Dewi kemudian dihancurkannya.

Andam Dewi bersama ibunya terpaksa menyembunyikan diri. Malim Dewa mencari Andam Dewi dan mengawininya, tetapi akibat perkawinan itu ia dibunuh oleh raja yang telah ditolak pinangannya. Malim Dewa dihidupkan kembali oleh Nilam Cahaya.

Kemudian ia mengawani Gondan Gentasari dan berkat kemenangannya dalam suatu peperangan ia juga mengawini dua putri yang lain. Perkawinannya yang terakhir ialah dengan putri Nilam Cahaya, yang dilakukan di dalam kayangan.

11. Hikayat Si Miskin

Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya dibuang dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.

Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa.

Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya.

Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.

Ketika istrinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yang ada di taman raja. Si Miskin menyatakan keberatannya untuk menuruti keinginan istrinya itu, tetapi istri itu makin menjadi-jadi menangisnya.

Maka berkatalah si Miskin, “Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah mempelam itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.”

Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain. Setelah ditolak oleh istrinya, dengan hati yang kesal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap raja memohon mempelam.

Setelah diperolehnya setangkai mangga, pulanglah ia segera. Isterinya menyambut dengan tertawa-tawa dan terus dimakannya mangga itu.

Setelah genap bulannya kandungan itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama Marakarmah (anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih sayang.

Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya.

Dengan takdir Allah berdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplit perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan istrinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi.

Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama Nila Kesuma.

Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.

Ketika Maharaja Indera Angkasa akan mengetahui pertunangan putra-putrinya, dicarinya ahli-ahli nujum dari Negeri Antah Berantah.

Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya.

Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.

Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah terbakar. Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin.

Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak kemudian dilemparkan ke laut.

Nila Kesuma ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putra mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi istri putra mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.

Akan nasih Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. Waktu Cahaya Chairani berjalan-jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya.

Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan menumpang sebuah kapal.

Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang membuntuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya.

Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela.

Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang kehidupannya berjual bunga. Marakarmah selalu menolak menggubah bunga. Alasannya, gubahan bunga Marakarmah dikenal oleh Cahaya Chairani, yang menjadi sebab dapat bertemu kembali antara suami-istri itu.

Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari menemukan seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap burung, tahulah Marakarmah bahwa puteri tersebut adiknya sendiri, maka ditemui-nyalah. Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya.

Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti dahulu kala.

Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani).

Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi raja di Palinggam Cahaya.

12. Teks Hikayat Amir

Dahulu kala di Sumatera, hiduplah seorang saudagar bernama Syah Alam. Syah Alam mempunyai seorang anak bernama Amir. Dahulu kala di Sumatera, hiduplah seorang saudagar bernama Syah Alam. Syah Alam mempunyai seorang anak bernama Amir.

Anak tersebut mempunyai banyak uang yang berasal dari pemberian ayahnya. Setiap harinya, dia menghabiskan uang tersebut. Dikarenakan sayang terhadap Amir, Syah Alam tidak memarahinya. Namun, Syah Alam hanya dapat mengelus dada. Semakin lama, Syah Alam menderita sakit.

Hari terus berganti hingga penyakitnya semakin bertambah parah. Sudah banyak uang yang dihabiskan untuk berobat, namun penyakitnya tidak kunjung sembuh. Hartanya sudah habis untuk berobat hingga mereka jatuh miskin. Penyakit yang diderita oleh Syah Alam semakin parah.

Sebelum akhir ajalnya, Syah Alam berpesan, “Amir, Ayah tidak mampu lagi memberikan apa-apa kepadamu. Kau harus mampu membangun usaha seperti Ayah”.

“Jangan gunakan waktumu untuk hal-hal yang sia-sia. Bekerjalah dengan rajin dan pergilah dari rumah. Usahakan agar engkau terlihat oleh bulan dan jangan sampai terlihat oleh matahari.”

“Baik, Ayah. Aku akan menuruti nasehatmu itu.”

Beberapa menit sebelum Syah Amir meninggal, istrinya juga mengalami sakit parah yang membuatnya menghembuskan nafas terakhir. Semenjak tragedi itu, Amir bertekad menemukan pekerjaan.

Ia selalu teringat dengan nasihat ayahnya supaya tidak terlihat matahari, namun terlihat oleh bulan. Oleh karena itu, ia senantiasa menggunakan payung saat pergi ke mana saja.

Suatu hari, Amir berjumpa dengan Nasrudin. Ia adalah seorang menteri yang cerdas. Nasarudin heran dengan pemuda yang senantiasa menggunakan payung tersebut.

Nasarudin pun bertanya kenapa ia melakukan hal yang demikian. Amir mengisahkan tentang alasannya berbuat begitu. Namun, cerita tersebut justru ditertawakan oleh Nasarudin.

Nasarudin berkata, “Begini, Amir. Maksud pesan ayahmu yang dulu bukan seperti itu. Namun, pergilah sebelum terbitnya matahari dan pulanglah sebelum malam hari.”

“Dengan kata lain, maka tidak masalah jika engkau terkena sinar matahari”. Usai memberikan nasihat, Nasarudin pun memberikan uang pinjaman kepada Amir.

Amir diminta untuk berdagang seperti halnya yang dilakukan ayahnya dulu. Amir kemudian berjualan aneka jenis makanan dan minuman mulai dari siang hingga malam.

Pada siang harinya, Amir menjual makanan seperti nasi goreng dan nasi uduk. Saat malam hari, ia berjualan mie ayam dan martabak. Semakin hari, usaha Amir semakin sukses hingga menjadi saudagar kaya.

13. Kerajaan Dua Abu

Kerajaan Gandalika merupakan sebuah negeri yang teramat indah memesona. Negeri subur makmur, masyarakatnya hidup dengan aman dan tenteram. Kerajaan ini diperintah oleh seorang raja yang bernama Raja Baharuddin. Beliau mempunyai istri yang cantik jelita, Permaisuri Salikah.

Raja Baharuddin adalah seorang raja gagah perkasa. Sahabat maupun musuh-musuh kerajaan sangat menghormatinya. Ayunan pedangnya membuat hati mereka bergetar hebat. Mata Raja Baharuddin seperti elang yang menjaga sarang anak-anaknya dari gangguan musuh. Kakinya bagaikan kijang emas yang menjadi incaran pemburu, kuat, cepat, lincah, dan bergelora seperti aliran air dari hutan menuju muara.

Salah satu kekurangannya adalah belum mempunyai keturunan, permaisurinya belum melahirkan putra. Telah lama Permaisuri Salikah menikah dengan Raja Baharuddin, tetapi mereka masih belum mempunyai keturunan. Permaisuri menjadi bersedih hati. Pada suatu malam Raja Baharuddin terbangun. Setelah selesai shalat tahajud beliau berdoa agar diberi putra. Ia duduk bersujud menahan air mata, mencoba mengingat dosa apa yang pernah diperbuatnya sehingga Allah menghukumnya. Apapun resiko akan diterimanya agar memiliki putra. Dalam doanya, “Wahai Dzat Yang Maha Adil, hamba bersujud dalam air mata memohon belas kasihMu. Malangnya nasib hamba-Mu ini apabila tidak mempunyai keturunan sama sekali. Apakah kekurangan hambaMu ini sehingga Gandalika terancam tidak mempunyai seorang pewaris?

Hamba mohon, sudilah kiranya Engkau memberi putra agar hamba dapat mewariskan kerajaan ini kepadanya.” Tiba-tiba dari semua arah tempat ia berdoa terdengar satu suara menggelegar, “Aku akan memberimu keturunan. Pergilah kau ke suatu desa di pinggir hutan dan bagikan kepada warganya sedekah berupa apa saja. Salah satu dari mereka akan mendoakanmu dan Aku akan mengabulkan doanya.”

14. Ibnu Hasan Syahdari

Zaman dahulu kala seorang yang kaya raya bernama Syekh Hasan yang banyak sekali memiliki harta dan uang yang berlimpah. Syekh Hasan juga sangat bijaksana dan sering mengasihi para fakir miskin.

Dia juga menyayangi yang kekurangan harta dan terus menasehati yang berpikiran sempit. Karena itulah Syekh Hasan banyak sekali pengikutnya.

Syekh Hasan yang kaya raya tersebut memiliki anak laki-laki yang tampan dan sangat pendiam dan baik budinya. Sang anak yang sholeh itu berusia sekitar tujuh tahun yang bernama Ibnu Hasan.

Ibnu Hasan tersebut sedang lucu-lucunya sehingga bisa dikatakan hampir semua orang senang melihatnya apalagi orang tuanya sendiri. Ibnu Hasan juga tidak sombong meski dimanjakan ayah dan orang-orang di sekitarnya.

Singkat cerita Ibnu Hasan sudah dewasa dan sudah selesai melalui pendidikan di pesantren dan telah banyak mendapatkan ilmu agama dan Sampailah pada kota Mesir.

Lalu Ibnu Hasan berjalan dan bertemu dengan seseorang perempuan yang Saleha yang baru pulang dari sekolah lalu Ibnu Hasan menyapa perempuan tersebut dan mereka kenalan .

Singkat cerita Ibnu Hasan segera pulang dan menghadap orang tuanya dan ternyata orang tua dari perempuan tersebut seorang Kyai serta pemimpin dari salah satu pondok pesantren di kota mesir. Singkat cerita mereka pun menikah dan telah mendapatkan anak dari pernikahannya.

15. Cabe Rawit

Pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung antah berantah, hiduplah sepasang suami istri. Mereka merupakan sebuah keluarga yang sangat miskin. Demikianlah miskinnya keluarga itu. Rumah mereka pun jauh dari pasar dan keramaian. Namun demikian, suami istri yang usianya sudah setengah abad itu sangat rajin beribadah.

“Istriku,” kata sang suami suatu malam. “Sebenarnya apakah kesalahan kita sehingga sudah di usia begini tua, kita belum uga dianugerahkan seorang anak pun. Padahal, aku tak pernah menyakiti orang, tak pernah berbuat jahat kepada orang, tak pernah mencuri -walaupun kita kadang tak ada beras untuk tanak.”

“Entahlah, suamiku.” Kau kan tahu, aku juga selalu beribadah dan memohon kepada Tuhan agar nasib kita ini dapat berubah. Jangankan harta, anak pun kita tak punya. Apa Tuhan terlalu membenci kita karena kita miskin?” keluh sang istri.

Malam itu, tanpa sadar, mulut sang suami mengucapkan sumpah, “Kalau aku diberi anak, sebesar cabe rawit pun anak itu akan kurawat dengan kasih sayang.” Entah sadar atau tidak pula, si istri pun mengamini doa suaminya.

Beberapa minggu kemudian, si istri mulai merasakan sakit diperutnya.

Bulan berganti bulan, pada suatu subuh yang dingin, si istri merasakan sakit dalam perutnya teramat sangat. Ternyata istrinya melahirkan seorang anak. Senyum sejenak mengambang di wajah keduanya. Akan tetapi, betapa terkejutnya suami istri itu, ternyata tubuh anak yang baru saja lahir sangat kecil, sebesar cabe rawit.

Singkat cerita, si anak pun dipelihara hingga besar. Anak itu perempuan. Kendati sudah berumur remaja, tubuh anak itu tetap kecil, seperti cabe rawit. Demi kehidupan keluarganya, sang ayah bekerja mengambil upah di pasar. Ia membantu mengangkut dagangan orang untuk mendapatkan sedikit bekal makanan yang akan mereka nikmati bersama.

Sahdan, suatu ketika si ayah jatuh sakit, tak lama kemudian meninggal dunia. Sedangkan si ibu, tubuhnya mulai lemas dimakan usia. Bertambahlah duka di keluarga itu sejak kehilangan sang ayah. Kerja si ibu pun hanya menangis. Tak tahan melihat keadaan orang tuanya, si anak yang diberi nama cabe rawit karena tubuhnya memang kecil seperti cabe.

Cabai rawit mendesak ibunya agar diizinkan bekerja ke pasar. Sahdan, sang ibu pun akhirnya memberikan izin kepada cabe rawit. Maka pergilah cabe rawit ke pasar tanpa bekal apa pun.

Belum sampai ke pasar, di perempatan jalan, melintaslah seorang pedagang beras dengan sepedanya. Ketika pedagang beras nyaris mendahului si cabe rawit, ia mendengar sebuah suara. “Hati-hati sedikit pedagang beras, angan sampai ban sepedamu menggilas tubuhku yang kecil ini. Ibuku pasti menangis nanti,” kata suara itu.

Berhentilah pedagang beras tersebut karena terkejut. Ia melihat ke sekeliling, tapi tak didapatinya seorang manusia pun. Sementara suara itu kembali terdengar. Setelah mendengar suara tersebut berulang-ulang, akhirnya pedagang beras lari pontang-panting ketakutan. Ia mengira ada makhluk halus yang sedang mengintainya. Padahal, itu suara cabe rawit yang tidak kelihatan karena tubuhnya yang teramat mungil.

Sepeninggalan pedagang beras, cabe rawit pulang sambil membawa sedikit beras yang sudah ditinggalkan oleh pedagang tersebut. Sesampainya di rumah, si ibu bertanya.

“Tadi, di jalan aku bertemu dengan pedagang beras, Bu. Dia tiba-tiba meninggalkan berasnya begitu saja. Daripada diambil orang lain atau dimakan burung, kuambil sedikit, kubawa pulang untuk kita makan. Bukankah kita sudah tidak memiliki beras lagi?” jawab cabe rawit.

Keesokan harinya, hal serupa kembali terjadi pada pedagang ikan. Pedagang ikan itu juga ketakutan saat mendengar ada suara yang menyapanya. Ia lari lintang pukang meninggalkan ikan-ikan dagangannya. Maka pulanglah cabe rawit sembari membawa beberapa ikan semampu ia papah.

Begitulah hari!hari dilalui cabe rawit. Ia tidak pernah sampai ke pasar. Selalu saja, di perempatan atau pertengahan jalan, dia berpapasan dengan para pedagang. Hatta, keluarga yang dulunya miskin dan jarang makan enak itu menjadi hidup berlimpah harta. Pedagang beras akan meninggalkan berasnya di jalan saat mendengar suara cabe rawit. Pedagang pakaian meninggalkan pakaian dagangannya, pedagang emas pun pernah melakukan hal itu.

Heranlah orang-orang sekampung melihat si janda miskin menjadi hidup bergelimang harta.

Orang-orang kampung pun mulai curiga.

Singkat cerita, ketahuan juga bahwa suara itu dari seorang manusia yang sangat kecil, sebesar cabe. Suasana berubah menjadi tegang. Si janda menjelaskan semuanya. Ia menceritakan

tentang sumpah yang pernah ia lafalkan dengan sang suami tentang keinginan punya anak walau sebesar cabe pun. Mahfumlah kepala kampung dan penduduk di sana. Akhirnya, para penduduk sepakat membangun sebuah rumah lebih bagus untuk di anda bersama anaknya. Hidup makmurlah keluarga cabe rawit. Ia tidak lagi harus pergi ke pasar sehingga membuat orang-orang takut.

16. Scheherazade & Raja Shahryar

Di suatu hari, terdapat seorang raja yang kejam yang bernama Shahryar. Tiap harinya, ia menikahi seorang wanita cuma untuk dibunuhnya pada keesokan harinya. Hal tersebut terjadi dikarenakan ia pernah dikhianati oleh istri pertamanya, dan ia pun melampiaskannya kepada wanita lain.

Hal itulah yang membuat gadis muda yang ada di wilayah kerajaan itu merasa sangat ketakutan. Mereka tak mau menikah dengan raja tersebut apabila esok harinya mereka bisa kehilangan nyawanya. Tetapi, diantara banyaknya gadis, ada seorang gadis yang baik hati bernama Scheherezade yang ingin untuk menyelamatkan kaum wanita di desanya. Wanita itu kemudian meminta restu dari sang ayah untuk dapat menikahi sang raja.

Awalnya, ayahnya tak menyetujui maksudnya itu. Ia tak mau kehilangan putri yang ia cintai. Tetapi Scheherezade berhasil untuk meyakinkan sang ayah bahwa ia telah mencari suatu cara agar tak akan berakhir dengan cara mengenaskan seperti istri raja yang sebelumnya. Dengan rasa berat hatinya, ayah Scheherezade pun menyetujui dan menikahkan putrinya itu.

Di malam hari sebelum tidur, Scheherezade pun mengulur waktu agar raja itu tak membunuhnya dengan cara membacakan suatu dongeng. Walaupun ia dihantui dengan perasaan takut, tapi wanita itu pun mulai untuk bercerita di hadapan raja.

Dan tak disangka-sangka, raja ternyata sangat menyukai kisah yang diceritakannya dan menyimak dengan baik. Dan karena asyiknya, raja tak menyadari bahwasanya hari telah pagi dan cerita belum selesai. Dan tak disangka-sangka, mengatakan akan melanjutkan cerita tersebut keesokan harinya dan raja yang dikenal kejam itupun menyetujuinya.

Dimalam berikutnya, Raja sangat antusias untuk mendengarkan kelanjutan dari cerita tersebut. Raja menyimak dengan seksama apa yang sudah dikatakan Scheherazade. Sampai keesokan harinya wanita tersebut pun juga belum menjalani hukumannya untuk dibunuh.

Hal tersebut berlanjut ke malam-malam berikutnya, dan tak terasa telah 1001 hari Scheherezade menceritakan dongeng kepada raja. Sampai sang raja lupa dengan hukuman mati yang ia jatuhkan kepada Scheherazade. Akhirnya, segenap keberanian dari Scheherezade pun berbuah manis, ia bisa menyelamatkan wanita lain yang ada di wilayah itu. Dan tidak hanya itu, ia bisa berhasil mengubah sang raja menjadi baik dan mencintai rakyatnya itu.

17. Hang Tuah

Suatu hari, terdapat pasangan yang bernama Hang Mahmud dan Dang Merdu yang dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Hang Tuah. Keluarga itu tinggal pada suatu desa yang disebut dengan Sungai Duyung. Di daerah tersebut, seluruh warga mengetahui bahwasanya Raja Bintan yang merupakan pemimpin wilayah itu dikenal baik dan juga disegani oleh segenap rakyatnya.

Mahmud akhirnya berkeluh kesah di depan istrinya tersebut untuk dapat diizinkan untuk mengadu nasibnya di Bintan, pikirnya siapa tahu apabila ia disana nasibnya akan baik. Dan setelah ia berdiskusi dengan sang istri.

Tiba malamnya Mahmud bermimpi terdapat bulan yang turun dari langit dan kemudian bersinar diatas kepala anaknya, yakni Hang Tuah. Mahmud pun terbangun dari tidurnya dan kemudian menemui anaknya dan melihat anaknya memancarkan bau yang sangat wangi. Dan pada pagi hari, keluarga itu akan mengadakan acara syukuran.

Beberapa hari kemudian, Hang Tuah ikut membantu ayahnya untuk membelah sejumlah kayu yang akan dijadikan persediaan. Dan tepat pada saat itu, datanglah sejumlah pemberontak yang berniat untuk membunuh orang yang ada di desa tersebut.

Warga desa pun berlarian dengan panik untuk menyelamatkan dirinya, akan tetapi Hang Tuah masih saja tetap sibuk untuk membelah kayu. Dari kejauhan, ibu dari Hang Tuah berteriak dengan panik dan menyuruhnya untuk pergi agar menyelamatkan diri. Tetapi, sudah terlambat dikarenakan pemberontak tersebut telah berada tepat di depannya.

Dan para pemberontak itu mencoba untuk menusuk perut Hang Tuah dengan keris, tetapi Hang Tuah berhasil menghindarinya. Kemudian ketika terdapat kesempatan, Hang Tuah mengayunkan kapak untuk membelah kayunya tepat diatas kepala pemberontak itu dan kemudian pemberontak itu pun mati.

Berita Hang Tuah yang berhasil mengalahkan seorang pemberontak pun telah tersebar di seluruh negeri. Ia pun lalu diundang ke dalam istana oleh raja. Untuk suatu bentuk terimakasihnya, raja sering mengundangnya untuk dapat dapat ke istana dan kemudian menjadi seseorang yang dipercayai oleh raja.

Hal itu pasti membuat sejumlah pegawai dan juga Tumenggung merasa iri terhadapnya. Orang-orang iti itu kemudian bekerja sama dan kemudian memfitnah Hang Tuah. Seorang Tumenggung mengatakan kepada raja bahwasanya Hang Tuah sudah merencanakan pengkhianatannya terdapat kerajaan dan ia juga tengah mendekati seorang gadis yang ada di istana yang bernama Dang Setia.

Setelah mendengar itu, Raja kemudian menjadi marah dan kemudian menyuruh sejumlah pengawalnya untuk membunuh Hang Tuah. Tetapi, Allah melindunginya yang tak bersalah itu sehingga pengawal tak bisa membunuh Hang Tuah. Dikarenakan tak mau meninggalkan masalah lainnya, akhirnya Hang Tuah pun memilih untuk mengasingkan dirinya ke dalam hutan.

18. Panji Semirang

Satu kerajaan yang mana berita tentang Galuh Cendera Kirana yang mana putri dari Baginda Raja Nata yang amat ta’lim dan hormat kepada orangtuanya akan bertunangan dengan Raden Inu Kini telah terdengar beritanya oleh Galuh Ajeng. Mendengar berita ini Galuh Ajeng sangat teriris hatinya dan menangislah ia melihat keadaan ini.

Melihat hal ini, Paduka Liku yang tak lain adalah ayah dari galuh ajeng sangat menyayangkan hal tersebut. Sangat sedih ia melihat tingkah laku putrinya tersebut.

Tidak hentinya rasa benci, dengki, serta dendam di dalam hati Paduka Liku sehingga ia berencana untuk membunuh Galuh Cendera Kirana serta Paduka Nata. Ia meracuni makanan yang hendak mereka makan yang mana makanan tersebut telah dipersiapkan oleh dayang-dayang istana.

Agar, jikalau Galuh Cendera Kirana mati maka pastilah putrinya Galuh Ajeng yang kelak menggantikan posisi Galuh Cendera Kirana untuk ditunangkan dengan Raden Inu Kini begitu pula dengan Raja Nata yang apabila mati, kelak Raja Liku yang akan menggantikan posisinya.

Dan pada saat tersebut Raja Liku meminta tolong kepada saudaranya yang juga menteri untuk mencarikan baginya seorang yang pandai membuat guna guna untuk mengguna-gunai raja nata serta putrinya. Setelah didapatkan dari pencarian yang panjang oleh saudaranya tersebut, disampaikanlah kepada Raja Nata apa-apa yang harus dilakukannya kini sesuai dengan pesan dari ahli guna-guna tersebut.

19. Teks Hikayat Singkat: Antu Ayek

Suatu hari, di sebuah desa ada seorang ayah yang terpaksa menikahkan Gadis Juani dengan Bujang Juandan karena terjerat utang pada keluarga sang bujang.

Bujang Juandan memang pemuda dari keluarga kaya raya. Tetapi yang membuat Gadis Juani sedih adalah rupa Bujang Juandan yang tidak tampan. Selain itu, Bujang Juandan pun menderita penyakit kulit di sekujur tubuhnya, sehingga dia juga dikenal sebagai Bujang Kurap. Namun pada akhirnya di malam pernikahan, Gadis Juani tidak kuasa membendung kesedihan ketika arak-arakan rombongan Bujang Juandan tiba.

Di tengah kekalutan pikiran sambil berurai air mata, dia keluar lewat pintu belakang rumah dan berlari menuju sungai. Dia mengakhiri hidupnya di sungai itu dan menjadi arwah penunggu sungai yang dikenal sebagai Antu Ayek.

20. Bayan Budiman

Sebermula ada saudagar di negara Ajam. Khojan Mubarok namanya, terlalu amat kaya, akan tetapi ia tiada beranak. Tak seberapa lama setelah ia berdoa kepada Tuhan, maka saudagar Mubarok pun beranaklah istrinya seorang anak laki-laki yang diberi nama Khojan Maimun.

Setelah umurnya Khojan maimun lima tahun, maka diserahkan oleh bapaknya mengaji kepada banyak guru sehingga sampai umur Khojan Maimun lima belas tahun, ia di pinangkan dengan anak saudagar yang kaya, amat elok parasnya, namanya Bibi Zainab.

Hatta beberapa lamanya Khojan Maimun beristri itu, ia membeli seekor burung bayan jantan. Maka beberapa di antara itu ia juga membeli seekor tiung betina, lalu dibawanya ke rumah dan ditaruhnya hampir sangkaran bayan juga.

Pada suatu hari, Khojan Maimun tertarik akan perniagaan di laut, lalu minta izinlah dia kepada istrinya. Sebelum dia pergi, berpesanlah dia pada istrinya itu, jika ada barang suatu pekerjaan, mufakatlah dengan dua ekor unggas itu, hubaya-hubaya jangan tiada, karena fitnah di dunia amat besar lagi tajam daripada senjata.

Hatta beberapa lama di tinggal suaminya, ada anak Raja Ajam berkuda lalu melihatnya rupa Bibi Zainab yang terlalu elok. Berkencanlah mereka untuk berteman melalui seorang perempuan tua.

Maka pada suatu malam, pamitlah Bibi Zainab kepada burung tiung itu hendak menemui anak raja itu, maka bernasehatkah di tentang perbuatanya yang melanggar aturan Allah SWT. Maka marahlah istri Khojan Maimun dan disentakkannya tiung itu dari sangkarnya dan dihempaskannya sampai mati.

Lalu Bibi Zainab pun pergi mendapatkan bayan yang sedang berpura-pura tidur. Maka bayan pun berpura-pura terkejut dan mendengar kehendak hati Bibi Zainab pergi mendapatkan anak raja. Maka bayan pun berpikir bila ia menjawab seperti tiung maka ia juga akan binasa.

Setelah ia sudah berpikir demikian itu, maka ujarnya, “Aduhai Siti yang baik paras, pergilah dengan segeranya mendapatkan anak raja itu. Apapun hamba ini haraplah tuan, jikalau jahat sekalipun pekerjaan tuan, Insya Allah di atas kepala hambalah menanggungnya. Baiklah tuan pergi, karena sudah dinanti anak raja itu. Apatah di cara oleh segala manusia di dunia ini selain martabat, kesabaran, dan kekayaan? Adapun akan hamba, tuan ini adalah seperti hikayat seekor unggas bayan yang dicabut bulunya oleh tuannya seorang istri saudagar.”

Maka berkeinginanlah istri Khojan Maimun untuk mendengarkan cerita tersebut. Maka Bayan pun berceritalah kepada Bibi Zainab dengan maksud agar ia dapat memperlalaikan perempuan itu.

Hatta setiap malam, Bibi Zainab yang selalu ingin mendapatkan anak raja itu, dan setiap berpamitan dengan bayan, maka diberilah ia cerita-cerita hingga sampai 24 kisah dan 24 malam burung tersebut bercerita, hingga akhirnya lah Bibi Zainab pun insaf terhadap perbuatanya dan menunggu suaminya Khojan Maimunpulang dari rantauannya.

21. Si Miskin

Pada suatu masa, Batara Indera mengeluarkan sumpah yang mengakibatkan seorang raja dan permaisurinya diusir dari kerajaan dan hidup sengsara. Raja yang dijuluki Si Miskin dan permaisurinya hidup sebagai orang miskin. Mereka sering diusir dan dianiaya oleh penduduk setiap kali mencari tempat tinggal.

Ketika permaisuri mengandung tiga bulan, ia mendambakan buah mangga dan mempelam milik raja. Meskipun Si Miskin awalnya menolak, ia akhirnya memenuhi permintaan istrinya dan mencarikan buah-buahan tersebut. Namun, pemberian yang diberikan oleh penduduk ditolak.

Si Miskin akhirnya berhadapan dengan raja untuk memohon buah mangga dan mempelam. Setelah mendapatkan buah tersebut, ia membawa pulang dan memberikannya pada permaisurinya. Setelah kelahiran putra pertama mereka, yang bernama Marakarma, hidup mereka berubah.

Suatu hari, Si Miskin menemukan sebuah kotak berisi emas yang tidak akan habis sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah, sebuah kerajaan baru terbentuk dengan Si Miskin sebagai Maharaja Indera Angkasa dan istrinya sebagai Ratna Dewi. Mereka memiliki dua anak, Marakarma dan Nila Kesuma, yang tumbuh menjadi anak yang cantik dan tampan.

Namun, iri dengan kesuksesan Si Miskin, Maharaja Indera Dewa melakukan tindakan jahat dengan menyuruh para ahli nujum untuk meramalkan bahwa anak-anak Si Miskin akan mendatangkan celaka bagi kerajaannya. Marakarma dan Nila Kesuma kemudian diusir dan negeri Puspa Sari mereka hancur terbakar.

Marakarma dan Nila Kesuma terpisah dan mengalami banyak kesulitan. Marakarma bertemu dengan Cahaya Chairani, sedangkan Nila Kesuma menjadi istri putra mahkota di Palinggam Cahaya.

Cerita ini berlanjut dengan perjalanan Marakarma dan Cahaya Chairani yang berusaha melarikan diri dari tempat raksasa dengan kapal. Namun, Marakarma dijatuhkan ke laut dan diselamatkan oleh Nenek Kebayan. Setelah menemukan Nila Kesuma, Marakarma mencari orang tuanya yang kembali hidup dalam kemiskinan. Dengan kekuatan sakti, Marakarma menciptakan kembali Kerajaan Puspa Sari dan mengalahkan negeri Antah Berantah. Akhirnya, Marakarma menjadi raja di Palinggam Cahaya setelah menggantikan mertuanya, Maharaja Malai Kisna.

22. Roro Jongrang

Alkisah, terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteram dan damai. Tetapi, Kerajaan Prambanan kemudian diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

Bandung Bondowoso adalah seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso juga merupakan orang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.

Esok harinya, Bondowoso mendekati Roro Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Roro Jonggrang. Roro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Roro Jonggrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan ?”. Roro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Roro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.

“Bagaimana, Roro Jonggrang?” desak Bondowoso. Akhirnya Roro Jonggrang mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,” Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Roro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso. “Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.” Bandung Bondowoso menatap Roro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Saya percaya tuanku bisa membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”

Setelah perlengkapan disiapkan, Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan?”, tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat, bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.

Sementara itu, diam-diam Roro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”, ujar Roro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar semua jerami itu!” perintah Roro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung… dung… dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.

Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.

Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Roro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang kau minta sudah berdiri!”. Roro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!” seru Loro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Roro Jonggrang. “Kalau begitu, kau saja yang melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan jarinya pada Roro Jonggrang. Ajaib! Roro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini, candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah, dan disebut Candi Roro Jonggrang.

Ciri-ciri Teks Hikayat

Menukil Buku Ajar Sastra Indonesia yang ditulis oleh Arisni Kholifatu Amalia dan Icha Fadhilasari, berikut beberapa ciri-ciri teks hikayat, di antaranya:

  1. Memakai Bahasa Melayu;
  2. Pralogis atau terkadang ceritanya sulit untuk diterima oleh akal fikiran;
  3. Pusat ceritanya berada di lingkungan istana (istana sentris);
  4. Tidak jelas siapa pengarangnya (anonim);
  5. Bersifat tetap dan baku;
  6. Memakai kata arkais atau kata-kata yang saat ini tidak lazim untuk digunakan, seperti kata hatta, sebermula, dan syahdan;
  7. Memiliki sifat tradisional atau meneruskan kebiasaan dan budaya yang dianggap baik;
  8. Menggunakan bahasa klise atau berulang-ulang;
  9. Memiliki sifat didaktis untuk mendidik dengan benar, baik secara religi maupun moral;
  10. Menulis secara magis, artinya pengarang membawa pembaca ke dalam dunia khayalan. Sehingga nantinya pembaca akan berimajinasi secara indah;
  11. Mengisahkan cerita secara universal, misalnya terdapat perang baik dengan perang buruk. Nantinya peperangan itu akan memenangkan kebaikan bukan keburukan maupun kejahatan;
  12. Mempunyai akhir bahagia.

Tujuan Teks Hikayat

  1. Berikut beberapa tujuan penulis dari teks hikayat, yakni:
  2. Sebagai sarana untuk menumbuhkan semangat bagi pembaca;
  3. Sebagai sarana untuk menghibur;
  4. Sebagai sarana untuk meramaikan suatu acara maupun suasana;
  5. Sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai luhur.

Struktur Teks Hikayat

Selain tujuan, terdapat pula struktur penulisan dari teks hikayat, yaitu:

1. Abstrak

Abstrak merupakan gambaran secara umum mengenai keseluruhan dari isi hikayat. Abstrak di dalam teks hikayat ini memiliki sifat opsional. Sehingga boleh ada dan boleh tidak ada di dalam teks hikayat.

2. Orientasi

Di dalam struktur, orientasi berisi sebuah informasi tentang latar dari cerita atau peristiwa terjadi. Informasi yang dimaksudkan berkaitan dengan ihwal siapa, di mana, kapan, dan mengapa.

3. Komplikasi

Komplikasi menjelaskan tentang rangkaian sebuah peristiwa yang disusun secara kronologis, berdasarkan urutan waktu dengan mencangkup kejadian-kejadian utama yang dialami oleh tokoh. Di dalam komplikasi juga berisi tentang konflik yang menjadi daya tarik dari sebuah cerita.

4. Resolusi

Resolusi menjelaskan tentang pernyataan kesimpulan mengenai sebuah rangkaian peristiwa yang sudah diceritakan sebelumnya. Di bagian ini juga kerap dikenal sebagai bagian pemecahan masalah.

5. Koda

Koda adalah kata-kata penutup atau kesimpulan dan penegasan kembali mengenai sebuah pesan penting yang ada di dalam isi hikayat tersebut. Struktur koda ini termasuk dalam bagian yang opsional.

Nah, demikianlah kumpulan contoh teks hikayat lengkap dengan ciri-ciri, tujuan, hingga strukturnya. Semoga menambah wawasan detikers, ya!

(urw/urw)